Saudaraku yang baik hati, setelah memahami makna shalat dan menyadari bahwa selama shalat Allah SWt melihat dan mendengar orang yang shalat. Selanjutnya adalah memahami cara mempersembahkan dalam shalat. Bagi saudaraku yang masih awam dengan masalah khusyu’ dalam shalat, cara mempersembahkan dalam shalat adalah hal yang sangat penting dan merupakan titik penentu jalan menuju khusyu’ dalam shalat.

A. Mempersembahkan niat.

Masalah niat telah kita bahas dalam pembahasan tentang tuntunan shalat. Di dalam berniat, ada dua hal yang menjadi hal yang utama untuk diperhatikan, yaitu:

  1. Keinginan untuk melakukan suatu ibadah, seperti yang dikatakan oleh Saikh Said bin Ali Al-Aqathani mendefinisikan niat adalah keinginan untuk melakukan ibadah sebagai pendekatan diri kepada Allah SWT
  2. Ikhlas semata-mata untuk mengharap ridho Allah SWT. Ada banyak pendapat para ulama dalam mendefiniskan tentang ikhlas. Namun untuk mempermudah dalam mengamalkan ikhlas, keikhlasan dalam beribadah dapat diukur dengan empat hal yang harus dipenuhi, yaitu:
  • Mematahkan keinginan nafsu (beribadah tidak disertai dengan nafsu). Nafsu dimaksud adalah nafsu yang merusak keihklasan.
  • Melenyapkan harapan dunia. Niat yang ikhlas jangan dicampur dengan harapan dunia. Karena setiap niat ibadah disertai dengan harapan dunia, maka Allah SWT akan mencukupkan balasan ibadah tersebut dengan harapan dunia yang dimaksudkan oleh yang melakukan ibadah. Sehingga ibadah tersebut tidak mendapatkan pahala.
  • Mengharapkan ridho Allah SWT. Setiap ibadah hendaknya berniat hanya mengharapkan ridho (diterima) Allah SWT dan tidak dicampuri dengan nafsu dan harapan dunia .
  • Mengharapkan keselamatan akhirat. Dengan niat mengaharapkan keselamatan akhirat akan menghadirkan keihklasan dalam beramal dan harapan mendapat balasan kebaikan di akhirat.

Saudaraku yang baik hati, Imam Syafi’i dan Syekh Abdul-Aziz bin Baz rahimahullah menyatakan bahwa niat dilakukan pada saat takbir. Tetapi untuk mendapatkan kekhusyu’an dalam shalat, kita sudah mempersiapkan diri sebelum memulai shalat. Untuk mempersembahkan niat lakukanlah:

  1. Berdiri lurus dengan pandangan ke arah tempat sujud (tidak memejamkan mata)
  2. Menyadari diri bahwa kita sedang menghadap Allah SWT yang Maha Suci dan Maha Agung. Maka berdirilah menghadap Allah SWT dengan merendahkan diri dan merasa hina di hadapan Allah SWT.
  3. Menyadari bahwa diri kita saat itu sedang diperhatikan Allah SWT dari atas Arsy.
  4. Hadirkan dalam hati keempat makna ikhlas di atas dan yakinilah bahwa Allah SWT melihat dan mengetahui apa yang ada di dalam hati kita saat itu.
  5. Pasang niat shalat dengan menghadirkan niat dalam hati dan persembahkan niat tersebut ke hadirat Allah SWT, disertai dengan melakukan takbiratul ihram.

Pastikan bahwa hati kita telah mempersembahkan niat shalat yang dibungkus dengan empat makna ikhlas tersebut, sampai hati mengakui dan membenarkan telah mempersembahkan niat shalat kepada Allah SWT.

B. Mempersembahkan gerakan shalat

Saudaraku yang baik hati, yang sering kita baca atau kita dengar adalah bagaimana gerakan dalam shalat, seperti yang telah kita bahas dalam tuntunan shalat. Tetapi tidak dibahas bagaimana mempersembahkan gerakan dalam shalat. Contoh, jika yang dibahas tentang gerakan ruku’, maka yang akan dijelaskan adalah bagaimana gerakan fisik dalam rukuk. Tetapi jika yang dibahas adalah bagaimana mempersembahkan ruku’, maka hal ini selain membahas gerakan ruku’ tetapi juga peran hati dalam mempersembahkan ruku’. Hati mempersembahkan gerakan shalat ke hadirat Allah SWT sesaat sebelum membaca bacaan shalat. Bagaimana caranya ? :

  1. Menyadari bahwa gerakan shalat yang kita lakukan diperhatikan oleh Allah SWT, sehingga kita akan melakukan gerakan shalat dengan cara yang terbaik dan tidak terburu-buru.
  2. Lakukan gerakan sampai pada posisi yang tenang (thumakninah), hati merasakan dan mempersembahkan gerakan tersebut ke hadirat Allah SWT dan berharap gerakan shalat yang kita lakukan tersebut Allah SWT rihdo atau berkenan menerimanya.
  3. Setelah selesai membaca bacaan dengan tenang, lakukan gerakan berikutnya.
  4. Jangan ada satu gerakan pun dalam shalat yang luput dari persembahan yang dilakukan oleh hati ke hadirat Allah SWT.

C. Mempersembahkan ucapan / bacaan shalat

Saudaraku yang baik hati, mempersembahkan ucapan/bacaan shalat merupakan inti dari khusyu’ dalam shalat. Karena ucapan/bacaan lah yang membuat seseorang hatinya larut dalam menghadap kepada Tuhannya. Mempersembahkan ucapan/bacaan shalat yang dimaksud ini membutuhkan waktu untuk belajar hingga mencapai persembahan yang sempurna.

Perlu kita sadari bahwa apabila kita sedang mengucapkan sesuatu, tentu kita memahami apa yang kita ucapkan. Apa yang terjadi jika kita mengucapkan sesuatu tetapi kita sendiri tidak memahami apa yang kita ucapkan tersebut. Oleh sebab itu, saudaraku yang baik hati, memahami makna bacaan dalam shalat ini merupakan hal yang sangat penting dan prioritas utama untuk meraih khusyu’ dalam shalat.

Ibnu Abbas RA berkata “Kamu tidak akan mendapatkan apapun dari shalatmu, selain yang engkau pahami maknanya”.

Saudaraku yang baik hati, untuk mempermudah pemahaman dalam mempersembahkan ucapan / bacaan dalam shalat, kita harus tahu kriteria kalimat yang diucapkan.

Contoh :

  1. بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ Artinya: Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Kalimat ini adalah KALIMAT IKRAR. Kita berikrar bahwa dalam melakukan amal atau perbuatan yang dimulai dengan basmalah, maknanya kita berikrar bahwa amal perbuatan kita tersebut dengan membawa dan mengatas namakan Allah yang mempunyai sifat Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Seperti seorang ajudan Gubernur menghadap ke Bupati untuk menyampaikan sesuatu kepada Bupati. Ajudan tersebut akan benar-benar bersungguh-sungguh dan berhati-hati, serta takut salah, karena dia sedang membawa dan mengatas namakan Gubernur. Dan ketika ajudan Gubernur tersebut menghadap ke Bupati,  Bupati pun akan menghargainya dan  menanggapinya dengan baik dan bersungguh-sungguh pula. Sehingga, jika kita sudah paham bahwa kalimat basmalah adalah ikrar, maka ketika kita mengucapkan basmalah, selain memahami dan mentadabburi makna kalimat basmalah, hati menyadari dia sedang berikrar dihadapan Allah SWT, bahwa dia sedang membawa dan mengatasnamakan Allah SWT dalam beramalnya.
  2. اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَۙ Artinya: Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Kalimat ini adalah KALIMAT PUJIAN. Sehingga, jika kita sudah paham bahwa kalimat ini adalah kalimat pujian, maka ketika kita mengucapkan kalimat hamdalah, selain memahami dan mentadabburi makna kalimat hamdalah, hati menyadari bahwa dia saat itu sedang memuji Allah SWT dengan kalimat hamdalah. Hati pun akan bersikap bagaimana cara dan adab terbaik dalam memuji Allah SWT.
  3. اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَۙ Artinya: Bimbinglah kami ke jalan yang lurus. Kalimat ini adalah KALIMAT MUNAJAT atau PERMINTAAN. Sehingga, jika kita sudah paham bahwa kalimat ini adalah kalimat munajat atau permintaan, maka ketika kita mengucapkan kalimat tersebut, selain memahami dan mentadabburi makna kalimat tersebut, hati menyadari bahwa dia saat itu sedang bermunajat atau meminta kepada Allah SWT dengan kalimat tersebut. Hati pun akan bersikap bagaimana cara dan adab terbaik dalam bermunajat atau meminta Allah SWT.
  4. قُلْ هُوَ اللّٰهُ اَحَدٌۚ Artinya: Katakanlah, Dialah Allah Yang Maha Esa. Kalimat ini adalah KALIMAT PERINTAH. Sehingga, jika kita sudah paham bahwa kalimat ini adalah kalimat perintah, maka ketika kita mengucapkan kalimat tersebut, selain memahami dan mentadabburi makna kalimat tersebut, hati menyadari bahwa dia saat itu sedang mengucapkan kalimat perintah dari Allah SWT di hadapan Allah SWT, dan menyadari bahwa kalimat perintah tersebut sudah sampai kepadanya. Dan hati pun akan menghadirkan sikap  سَمِعْنَا وَاَطَعْنَ (aku dengar dan aku patuhi) hadir dihati untuk melaksanakan perintah tersebut. Sehingga Allah SWT melihat isi hati tersebut.
  5. فَاَمَّا مَنْ ثَقُلَتْ مَوَازِيْنُهٗۙ فَهُوَ فِيْ عِيْشَةٍ رَّاضِيَةٍۗ Artinya: Siapa yang berat timbangan (kebaikan)-nya, dia berada dalam kehidupan yang menyenangkan. Kalimat ini adalah KALIMAT JANJI ALLAH. Sehingga, jika kita sudah paham bahwa kalimat ini adalah kalimat janji Allah, maka ketika kita mengucapkan kalimat tersebut, selain memahami dan mentadabburi makna kalimat tersebut, hati membenarkan dan mengimani janji Allah tersebut. Jika janji Allah tersebut merupakan janji kebaikan, maka hadirkanlah dihati, semoga Allah memberikan janji tersebut kepada diri kita. Tetapi jika janji Allah tersebut merupakan janji yang sifatnya ancaman seperti pada ayat berikutnya : وَاَمَّا مَنْ خَفَّتْ مَوَازِيْنُهٗۙ فَاُمُّهٗ هَاوِيَةٌ Artinya Adapun orang yang ringan timbangan (kebaikan)-nya, tempat kembalinya adalah (neraka) Hawiyah. Maka munculkan rasa sangat takut atas ancaman tersebut, seraya menghadirkan harapan agar diri kita tidak termasuk dalam ancaman tersebut.
  6. اِنَّآ اَنْزَلْنٰهُ فِيْ لَيْلَةِ الْقَدْرِ لَيْلَةُ الْقَدْرِ ەۙ خَيْرٌ مِّنْ اَلْفِ شَهْرٍۗ Artinya : Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada Lailatulqadar, Tahukah kamu apakah Lailatulqadar itu ? Lailatulqadar itu lebih baik daripada seribu bulan. Kalimat ini adalah KALIMAT KHABAR atau BERITA. Sehingga, jika kita sudah paham bahwa kalimat ini adalah berita atau khabar dari Allah, maka ketika kita mengucapkan kalimat tersebut, selain memahami dan mentadabburi makna kalimat tersebut, hati membenarkan dan mengimani khabar atau berita dari Allah tersebut. Jika khabar tersebut merupakan khabar kebaikan, maka hadirkanlah dihati, semoga kebaikan itu Allah beri juga kepada diri kita. Tetapi jika kabar itu merupakan kabar buruk, maka hadirkan di hati mohon perlindungan dari Allah atas keburukan seperti yang dikhabarkan tersebut.
  7. اللهُ أَكْبَرُ Artinya Allah Maha Besar. Kalimat ini sangat spesial. Sehingga digunakan sebagai intoqal (ucapan perpindahan gerakan dalam shalat). Kalimat ini pada dasarnya adalah kalimat pujian. Namun kalimat ini adalah KALIMAT PUJIAN sekaligus KALIMAT PENGAKUAN.  Sehingga ketika mengucapkan kalimat ini, selain hati memuji Allah SWT atas Maha Besar dan Maha Agungnya Allah SWT, tetapi juga hadir dihati pengakuan yang sebenar-benar pengakuan bahwa Allah SWT Maha Besar dan Maha Agung. Sehingga, pengakuan ini menuntut sikap, adab dan perkataan yang benar-benar dalam bersikap, beradab dan berkata kepada Allah SWT Maha Besar dan Maha Agung.  Cara bersikap, beradab dan berkata kepada Allah SWT yang Maha Besar dan Maha Agung telah Allah SWT tetapkan caranya, yaitu di Surah Al’A’raf ayat 2025 : وَاذْكُرْ رَّبَّكَ فِيْ نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَّخِيْفَةً وَّدُوْنَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَالْاٰصَالِ وَلَا تَكُنْ مِّنَ الْغٰفِلِيْنَ Artinya : Ingatlah Tuhanmu dalam hatimu dengan rendah hati dan rasa takut pada waktu pagi dan petang, dengan tidak mengeraskan suara, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai. Setiap kita megucapkan takbir اللهُ أَكْبَرُ, maka hadirkan di hati pengakuan bahwa kita sedang menghadap Allah SWT Maha Besar dan Maha Agung, yang memerintahkan kita, jika berzikir (shalat, zikir dan do’a) kepada Allah, harus dengan hati, hati harus tunduk merendahkan diri di hadapan Alaah SWT, dan dihati harus ada rasa takut kepada Allah dan hari pembalasan-Nya, serta tidak mengeraskan suara bacaan dan hati tidak lalai dari menghadap Allah SWT.

Selanjutnya coba kita cermati tentang berbicara atau mengucapkan sesuatu. Apabila seseorang berbicara atau mengucapkan sesuatu, maka ada beberapa kemungkinan atas berbicara atau mengucapkan sesuatu tersebut, yaitu:

  1. Berbicara pada diri sendiri
  2. Berbicara dengan orang lain
  3. Berbicara dengan tumbuhan, hewan atau benda
  4. Berbicara dengan makhluk ghaib
  5. Berbicara dengan Allah SWT

Dari kelima kemungkinan tersebut, apabila seseorang berbicaranya atau mengucapkan sesuatu dalam shalat, maka yang memungkinkan adalah:

  1. Berbicara pada diri sendiri; ini terjadi pada orang awam yang tidak memahami makna shalat. Sehingga orang tersebut mengucapkan atau membaca bacaan shalat untuk dirinya sendiri.
  2. Berbicara dengan orang lain; ini terjadi pada seorang imam yang tidak memahami makna shalat. Dia mengucapkan atau membaca takbir, surat Al-Fatihah dan surat lain ditujukan atau diperdengarkan kepada makmum. Padahal seharusnya dipersembahkan ke hadirat Allah SWT.
  3. Berbicara dengan Allah SWT; inilah seharusnya bahwa kita mengucapkan atau membaca bacaan shalat dipersembahkan ke hadirat Allah SWT.

Mengucapkan atau membaca bacaan dalam shalat serasa berbicara degan Allah SWT memang cukup sulit untuk dicapai. Dibutuhkan latihan dan waktu yang cukup lama untuk mencapainya dan bukan berarti tidak bisa kalau Allah SWT telah memberikan pertolonganNya kepada kita. Berlatihlah dengan hati yang bersih, tulus dan bersungguh-sungguh.

Ucapkan bacaan shalat dan ucapan itu ditujukan kepada Allah SWT. Sehingga hati merasakan bahwa kita itu sedang bicara dengan Allah SWT. Misalnya ketika kita mengucapkan الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ, coba kita rasakan dan yakini bahwa kita memang mengucapkan الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ ke Allah SWT yang ada di atas arsy, bukan bicara pada diri sendiri. Sehingga setelah mengucapkan الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ tersebut, jika hati kita ditanya sudahkah engkau ucapkan الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ kepada Allah SWT ? Hati kita akan menjawab: ya sudah aku ucapkan الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ langsung kepada Allah SWT, hal ini karena hati kita memang telah melakukannya.

Misalnya, kita mendapat pesan dari teman yang bernama Ahmad, bahwa dia berpesan “jika nanti ada seseorang datang bernama Hamid menanyakan saya, tolong katakan kepadanya bahwa saya batal berangkat”. Ketika orang yang bernama Hamid datang, maka kita katakan kepada Hamid bahwa Ahmad batal berangkat. Selanjutnya, ketika Ahmad menanyakan apakah  sudah disampaikan pesannya kepada Hamid ? Tentu kita jawab “ya sudah disampaikan”. Kalo ditanya “apakah langsung disampaikan kepada Hamid ?” Tentu kita jawab “ya langsung kepada Hamid”.

Dari contoh di atas, mengapa kita katakan kepada Ahmad bahwa sudah kita sampaikan pesannya langsung kepada Hamid ? Tentu karena memang sudah kita katakan langsung kepada Hamid. Mengapa kita berani mengatakan bahwa sudah kita katakan langsung pesan Ahmad kepada Hamid ? Tentu karena kita sendiri yang melakukannya dan merasakannya bahwa memang kita bicara langsung kepada Hamid.

Demikianlah saudaraku yang baik hati untuk membuka pemahaman bagaimana agar ucapan/bacaan dalam shalat yang kita ucapkan benar-benar dirasakan oleh hati bahwa kita memang ucapan/bacaan dalam shalat itu adalah berbicara laungsung kepada Allah SWT. Sehingga ketika selesai shalat, hati ini akan merasa tenang dan damai. Betapa tidak, karena kita baru selesai berbicara langsung dengan pemilik alam semesta dan pemilik kehidupan dan penguasa akhirat. Ibarat seorang anak mempunyai keresahan hati, kemudian menemui ayahnya yang bijaksana, kemudian terjadi dialog antara anak dan ayah. Setelah selesai berdialog, anak tersebut hatinya tenang dan damai. Ketenangan dan kedamaian yang dirasakan sang anak adalah akibat dari yakinnya anak kepada ayahnya yang bijaksana.

Cara berbicara kepada Allah SWT dalam shalat adalah sebagaimana kita berzikir. Firman Allah SWT:

إِنَّنِي أَنَا اللَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي

Artinya: Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku [QS At-Thaha: 14]

وَاذْكُرْ رَبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَخِيفَةً وَدُونَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَالْآصَالِ وَلَا تَكُنْ مِنَ الْغَافِلِينَ

Artinya: Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai [QS Al-A’raf: 205]

Dalam surat At-Thaha ayat 14  dijelaskan bahwa shalat adalah untuk berzikir (mengingat) kepada Allah SWT. Dan di dalam Surat Al-A’raf  ayat 205 djelaskan bahwa dalam berdzikir (menyebut nama Allah SWT), Allah SWT mengatur caranya, yaitu:

  1. Merendahkan diri / menghinakan diri
  2. Ada rasa takut kepada Allah SWT pada saat melakukan dzikir (tidak terburu-buru)
  3. Tidak mengeraskan suara (suara berdzikir tidak dijaharkan, tetapi suara lirih yang hanya didengar oleh telinga sendiri)
  4. Hati tidak lalai pada saat berdzikir (hati hadir dan menghayati makna bacaan yang sedang diucapkan)

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka yang harus diperhatikan untuk mencapai kesempurnaan dalam mempersembahkan ucapan/bacaan shalat adalah:

  1. Hati sebagai pelaku utama dalam mengucapkan bacaan shalat, sedangkan mulut hanya sebagai alat bantu bicara keluarnya suara.
  2. Pengucapan bacaan shalat dilakukan dengan merendahkan diri dan menghinakan diri dan ada rasa takut ke hadirat Allah SWT
  3. Ucapkan bacaan shalat dengan tajwid yang benar dan diucapkan dengan suara lirih dan perlahan-lahan serta tidak terburu-buru
  4. Sadari wahai Sauadaraku yang baik hati, bahwa Allah SWT adalah Zat yang maha pencemburu. Dimana jika kita ucapkan bacaan shalat, tetapi hati tidak larut dalam bacaan tersebut, Allah melihat itu dan Allah SWT cemburu, karena hati yang berucap lebih berpaling ke yang lain dari kepada Allah. Bagaikan seorang suami sedang bercengkrama berdua dengan istrinya, tetapi hati suami kepada wanita lain. Namun hal ini istrinya tidak tahu. Sedangkan Allah SWT maha mengetahui kecurangan hati ketika mulut berucap.
  5. Yakinkan pada diri kita, bahwa saat kita mengucapkan bacaan shalat sesungguhnya kita sedang berbicara langsung kepada Allah SWT dan Allah SWT mendengarnya. Bahkan pada saat kita membaca surat Al-Fatihah, Allah SWT menjawab setiap ayat yang kita baca. Nabi SAW bersabda:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ صَلَّى صَلَاةً لَمْ يَقْرَأْ فِيهَا بِأُمِّ الْقُرْآنِ فَهِيَ خِدَاجٌ هِيَ خِدَاجٌ غَيْرُ تَمَامٍ قَالَ قُلْتُ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ إِنِّي أَحْيَانًا أَكُونُ وَرَاءَ الْإِمَامِ قَالَ يَا ابْنَ الْفَارِسِيِّ فَاقْرَأْهَا فِي نَفْسِكَ فَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ قَالَ اللَّهُ تَعَالَى قَسَمْتُ الصَّلَاةَ بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي نِصْفَيْنِ فَنِصْفُهَا لِي وَنِصْفُهَا لِعَبْدِي وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ يَقْرَأُ الْعَبْدُ فَيَقُولُ { الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ } فَيَقُولُ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى حَمِدَنِي عَبْدِي فَيَقُولُ { الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ } فَيَقُولُ اللَّهُ أَثْنَى عَلَيَّ عَبْدِي فَيَقُولُ {  مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ } فَيَقُولُ مَجَّدَنِي عَبْدِي وَهَذَا لِي وَبَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي {  إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ } وَآخِرُ السُّورَةِ لِعَبْدِي وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ يَقُولُ {  اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ }

Artinya: Dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Allah Ta’ala berfirman: Aku membagi shalat antara Aku dan hambaKu menjadi dua bagian, separuhnya untukKu dan separuhnya untuk hambaKu, dan hambaKu berhak mendapat yang ia meminta. Bila seorang hamba membaca ALHAMDULILLAAHI RABBIL ‘AALAMIIN, Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman; HambaKu memujiKu. Bila hamba membaca “ARRAHMAANIRRAHIIM,” Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman: “HambaKu memujaku.” Bila hamba membaca “MAALIKI YAWMIDDIIN, ” Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman: “HambaKu mengagungkanKu, dan ini untukKu, antara Aku dan hambaKu; IYYAAKA NA’BUDU WA IYYAAKA NASTA’IIN dan akhir surat untuk hambaKu dan hambaKu berhak mendapatkan yang ia minta, ia membaca: IHDINASH SHIRAATHAL MUSTAQIIM SHIRAATHAL LADZIINA AN’AMTA ‘ALAIHIM GHARIL MAGHDLUUBI ‘ALAIHIM WALADL DLAALLIIN. [HR Tirmidzi]

4. Hati hadir dan memahami setiap makna ucapan/bacaan yang diucapkan.
5. Mempersembahkan ucapan/bacaan shalat ke hadirat Allah SWT sesuai dengan pemahaman makna
dari bacaan yang sedang diucapkan.
6. Tidak ada satupun bacaan shalat yang luput dari kehadiran hati dan luput dari persembahan ke
hadirat Allah SWT.

Dalam mempersembahkan ucapan/bacaan shalat ini memang tidak mudah, karena disamping harus dilakukan seperti yang dijelaskan di atas, sesungguhnya selama kita melaksanakan shalat, syaitan yang bernama Khanzib atau Khanzab berupaya melakukan tipu daya dengan membisikkan sesuatu agar hati kita lalai terhadap apa yang sedang kita ucapkan. Nabi SAW bersabda:

إِذَا نُودِيَ بِالصَّلَاةِ أَدْبَرَ الشَّيْطَانُ وَلَهُ ضُرَاطٌ حَتَّى لَا يَسْمَعَ التَّأْذِينَ فَإِذَا قُضِيَ النِّدَاءُ أَقْبَلَ حَتَّى إِذَا ثُوِّبَ بِالصَّلَاةِ أَدْبَرَ حَتَّى إِذَا قُضِيَ التَّثْوِيبُ أَقْبَلَ حَتَّى يَخْطُرَ بَيْنَ الْمَرْءِ وَنَفْسِهِ وَيَقُولُ اذْكُرْ كَذَا اذْكُرْ كَذَا لِمَا لَمْ يَكُنْ يَذْكُرُ حَتَّى يَضِلَّ الرَّجُلُ أَنْ يَدْرِيَ كَمْ صَلَّى

Artinya: Apabila telah diserukan panggilan (adzan) untuk shalat, maka setan mundur seraya mengeluarkan kentutnya hingga ia tidak mendengar suara adzan. Apabila panggilan adzan itu telah selesai, ia datang lagi. Ketika dibacakan iqamah shalat, ia membelakang lagi, sampai ketika pembacaan iqamah selesai, baru ia datang lagi, sehingga melintas (mengganggu) hati orang yang sedang shalat, dan ia berkata; Ingatlah ini, ingatlah ini!, ia mengingatkan sesuatu yang tidak di ingat ingatnya sebelum dia shalat, sampai orang itu keliru dan dia tidak tahu, sudah berapa rakaatkah shalat yang telah dia kerjakan. [HR Abu Daud]

Saudaraku yang baik hati, bisikan-bisikan dari syaitan yang bernama Khanzab terhadap orang yang sedang melakukan shalat, mengakibatkan orang yang melakukan shalat tersebut hatinya lalai dari apa yang sedang diucapkannya. Sehingga selama shalat hatinya yang khusyu’ hanya sepersepuluh atau sepersembilan dari waktu melaksanakan shalat. Seperti yang disabdakan oleh Nabi SAW:

عَنْ عُمَرَ بْنِ الْحَكَمِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَنَمَةَ الْمُزَنِيِّ عَنْ عَمَّارِ بْنِ يَاسِرٍ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ الرَّجُلَ لَيَنْصَرِفُ وَمَا كُتِبَ لَهُ إِلَّا عُشْرُ صَلَاتِهِ تُسْعُهَا ثُمْنُهَا سُبْعُهَا سُدْسُهَا خُمْسُهَا رُبْعُهَا ثُلُثُهَا نِصْفُهَا

Artinya: Dari Ammar bin Yasir RA, dia berkata, “Saya pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda, ‘Sesungguhnya seseorang benar-benar selesai (shalat), tapi pahala shalat yang tercatat baginya hanyalah sepersepuluh shalatnya, sepersembilan, seperdelapan, sepertujuh, seperenam, seperlima, seperempat, sepertiga atau seperduanya. [Abu Daud]

Dengan adanya bisikan-bisikan dari syaitan pada saat shalat, hati yang seharusnya   menghayati   makna  bacaan  dan  mempersembahkan   makna  bacaan tersebut ke hadirat Allah SWT, justru berpaling dan lalai larut membahas apa-apa yang dibisikkan oleh syaitan tersebut. Misalnya pada saat membaca surat Al-Fatihah, di ayat pertama sampai keempat  masih  konsentrasi dengan  menghayati  makna  bacaan  dan  pada ayat kelima syaitan membisikkan bahwa kita punya janji ketemu dengan teman. Hati langsung menangkap bisikan itu dan membahas jam berapa janji ketemunya, janji dalam urusan apa, janji ketemu dimana dan seterusnya.

Saudaraku yang baik hati, jika kita simak contoh proses yang terjadi di atas, bahwa hati yang semula konsentrasi menghayati makna bacaan dan dipersembahkan ke hadirat Allah SWT, bergeser menjadi membahas tentang apa yang dibisikkan oleh syaitan dan dilanjutkan oleh hati untuk membahas lebih lanjut dan jika tidak dihentikan maka hati akan terus membahasnya hingga menjelang salam.

Dari contoh di atas, kita dapat mengidentifikasi atau mengenali mana yang khusyu’ dan mana yang lalai. Saudaraku yang baik hati, pahamilah hal berikut ini.

  1. Hati dikatakan khusyu’ apabila hati menghayati makna bacaan dan mempersembahkannya ke hadirat Allah SWT.
  2. Hati dikatakan tidak khusyu’ atau lalai jika hati melakukan pembahasan tentang di luar dari apa yang sedang diucapkan/dibaca.
  3. Pembeda antara khusyu’ dan tidak khusyu’ (lalai) hati seseorang yang sedang melaksanakan shalat adalah : khusyu’ berarti hati mempersembahkan bacaan dan tidak khusyu’ (lalai) hati melakukan pembahasan.

D. Mempersembahkan harapan
Sauadaraku yang baik hati, setelah mengetahui cara mempersembahkan niat, gerakan dan bacaan shalat, maka hal yang tidak kalah penting adalah mempersembahkan harapan. Dimana harapan adalah sesuatu yang diharapkan untuk dapat diperoleh dari suatu perbuatan.
Contoh: Seseorang ketika melakukan wudhuk, orang tersebut mempersembahkan niat kepada Allah SWT, bahwa dia berniat berwudhuk untuk menghilangkan hadas kecil pada dirinya, mempersembahkan bacaan ketika akan melakukan wudhuk dan mempersembahkan gerakan-gerakan wudhuk. Setelah selesai berwudhuk, kemudian membaca do’a selesai wudhuk. Pada saat berdo’a akan hadir haparan sesuai dengan isi kalimat do’a wudhuk. Harapannya adalah: semoga dia dimasukkan dalam golongan orang-orang yang bertaubat dan oarang-orang yang membersihkan diri.

Namun yang afdol adalah bahwa dalam setiap gerakan dalam berwudhuk, kita menaruhkan harapan dengan menghadirkan di hati dan ditujukan kepada Allah SWT.  Misalnya, ketika membasuh kedua tangan kanan dan kiri, kita menaruh harapan kepada Allah SWT, Ya Allah…, betapa banyaknya dosa yang telah dilakukan oleh kedua tanganku ini, aku bersihkan kedua tanganku ini dari najis, ampunilah dosa dan kesalahan kedua tanganku ini, gugurkanlah dosa-dosa yang telah dilakukan kedua tanganku ini, sebagaimana berjatuhannya air-air dari kedua tanganku ini.

Demikian juga halnya ketika kita melaksanakan shalat. Misalnya kita sedang membaca : الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Maka ketika kita mengucapkan hamdalah, disaat ini mempersembahkan bacaan hamdalah tersebut diikuti dengan haparan yang besar, semoga pujian kita kepada Allah SWT dengan kalimat الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ Allah SWT menerimanya dan Allah SWT jadikan pujian kita tersebut menjadi amal yang Allah SWT ridho’i.

Ketika kita melakukan gerakan rukuk, Rasulullah SAW memerintahkan gerakan rukuk yang sempurna, kemudian berhenti sejenak (tuma’ninah). Setelah tuma’ninah, barulah membaca bacaan rukuk. Pada saat tuma’ninah tersebutlah kita hadirkan di hati, harapan kepada Allah SWT ya Allah terimalah rukukku ini, dan jadikanlah sebagai amalku yang Engaku ridhoi’.

Jadi, jika Saudaraku yang baik hati melakukan niat, gerakan dan bacaan, hadirkanlah di hati harapan kepada Allah SWT sesuai niat, gerakan dan bacaan yang sedang kita lakukan.

Harapan adalah merupakan lanjutan proses di hari dari tadabbur niat, gerakan dan bacaan yang Saudaraku lakukan. Kehadiran harapan di hati inilah yang membuat para orang-orang soleh yang ketika shalat hatinya hanyut, tenggelam dan luluh dihadapan Allah SWT. Dimana dia memahami bahwa dia sedang menghadap Tuhannya yang maha Pengasih, Penyayang dan Pengampun, yang tidak akan menyia-nyiakan harapannya.

Wallahu a’lam.