A. Sunnah-Sunnah Dalam Wudhuk
Sunnah-sunnah dalam mengerjakan wudhuk adalah:
1. Bersiwak (gosok gigi)
لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِى لأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ وُضُوءَ
Artinya : Seandainya jika tidak memberatkan ummatku, niscaya aku perintahkan mereka untuk bersiwak pada kali berwudhu. HR. Ahmad]
2. Mencuci kedua telapak tangan sebelum berwudhuk sebanyak 3 kali.
وَإِذَا اسْتَيْقَظَ أَحَدُكُمْ مِنْ نَوْمِهِ فَلْيَغْسِلْ يَدَهُ قَبْلَ أَنْ يُدْخِلَهَا فِى وَضُوئِهِ ، فَإِنَّ أَحَدَكُمْ لاَ يَدْرِى أَيْنَ بَاتَتْ يَدُهُ
Artinya: Jika salah seorang dari kalian bangun dari tidurnya maka hendaklah ia mencuci tangannya sebelum ia memasukkan tangannya ke air wudhuk karena ia tidak tahu di mana tangannya bermalam (dimana letak tanggannya sewaktu dia tidur [HR. Muslim]
3. Bersungguh-sungguh dalam beristinsyaq dan berkumur-kumur ketika tidak sedang berpuasa
بَالِغْ فِى الاِسْتِنْشَاقِ إِلاَّ أَنْ تَكُونَ صَائِمًا
Artinya: Sempurnakanlah dalam beristinsyaq (memasukkan air kedalam hidung) kecuali jika kalian sedang berpuasa.[HR Abu Daud]
4. Mendahulukan membasuh anggota wudhu yang kanan
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَهُنَّ فِي غَسْلِ ابْنَتِهِ ابْدَأْنَ بِمَيَامِنِهَا وَمَوَاضِعِ الْوُضُوءِ مِنْهَا
Artinya: Nabi SAW bersabda kepada mereka saat memandikan puterinya: Hendaklah kalian mulai dari yang sebelah kanan dan anggota wudhuknya. [HR. Bukhori]
5. Menyela-nyelai jenggot dengan jari ketika membasuh wajah jika jenggotnya tebal
عَنْ أَنَسٍ يَعْنِي ابْنَ مَالِكٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا تَوَضَّأَ أَخَذَ كَفًّا مِنْ مَاءٍ فَأَدْخَلَهُ تَحْتَ حَنَكِهِ فَخَلَّلَ بِهِ لِحْيَتَهُ وَقَالَ هَكَذَا أَمَرَنِي رَبِّي عَزَّ وَجَلَّ
Artinya: dari [Anas bin Malik] bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam apabila berwudhu beliau mengambil air dengan telapak tangannya, lalu memasukkannya ke bawah dagunya lalu beliau menyela-nyela di antara jenggotnya dan bersabda: “Beginilah Rabbku ‘azza wajalla memerintahkan aku [HR Abu Daud]
6. Membasuh setiap anggota wudhuk sebanyak dua atau tiga kali dan tidak lebih dari itu. Kecuali mengusap kepala dilakukan sekali saja.
عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ تَوَضَّأَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاحِدَةً وَاحِدَةً فَقَالَ هَذَا وُضُوءُ مَنْ لَا يَقْبَلُ اللَّهُ مِنْهُ صَلَاةً إِلَّا بِهِ ثُمَّ تَوَضَّأَ ثِنْتَيْنِ ثِنْتَيْنِ فَقَالَ هَذَا وُضُوءُ الْقَدْرِ مِنْ الْوُضُوءِ وَتَوَضَّأَ ثَلَاثًا ثَلَاثًا وَقَالَ هَذَا أَسْبَغُ الْوُضُوءِ وَهُوَ وُضُوئِي وَوُضُوءُ خَلِيلِ اللَّهِ إِبْرَاهِيمَ
Artinya: Dari Ibnu Umar ia berkata, Rasulullah SAW berwudhu satu kali-satu kali. Dan beliau bersabda: “Ini adalah wudhuk orang yang shalatnya tidak diterima oleh Allah kecuali dengannya.” Kemudian beliau berwudhuk dua kali-dua kali dan bersabda: “Ini wudhuk yang bagus.” Dan beliau berwudhuk tiga kali-tiga kali seraya bersabda: “Ini wudhuk yang sempurna, inilah wudhuku dan wudhu kekasih Allah, Ibrahim.[HR Ibnu Majah]
7. Tidak berlebih-lebihan dalarn berwudhuk. Karena Nabi SAW melakukannya tiga kali kemudian bersabda: “Barangsiapa yang melakukan lebih dari ini sungguh dia telah berbuat kejelekan atau kezalirnan.
عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ أَنَّ رَجُلًا أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ الطُّهُورُ فَدَعَا بِمَاءٍ فِي إِنَاءٍ فَغَسَلَ كَفَّيْهِ ثَلَاثًا ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلَاثًا ثُمَّ غَسَلَ ذِرَاعَيْهِ ثَلَاثًا ثُمَّ مَسَحَ بِرَأْسِهِ فَأَدْخَلَ إِصْبَعَيْهِ السَّبَّاحَتَيْنِ فِي أُذُنَيْهِ وَمَسَحَ بِإِبْهَامَيْهِ عَلَى ظَاهِرِ أُذُنَيْهِ وَبِالسَّبَّاحَتَيْنِ بَاطِنَ أُذُنَيْهِ ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ ثَلَاثًا ثَلَاثًا ثُمَّ قَالَ هَكَذَا الْوُضُوءُ فَمَنْ زَادَ عَلَى هَذَا أَوْ نَقَصَ فَقَدْ أَسَاءَ وَظَلَمَ أَوْ ظَلَمَ وَأَسَاءَ
Artinya: Dari ‘Amru bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya bahwasanya ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam seraya berkata; “Ya Rasulullah, bagaimanakah cara bersuci? Maka beliau memerintahkan untuk didatangkan air di dalam bejana, lalu beliau membasuh telapak tangannya tiga kali, kemudian membasuh wajahnya tiga kali, kemudian membasuh kedua lengannya tiga kali, kemudian mengusap kepalanya lalu memasukkan kedua jari telunjuknya pada kedua telinganya, dan mengusap bagian luar kedua telinga dengan kedua ibu jari dan bagian dalam kedua telinga dengan kedua jari telunjuknya, kemudian membasuh kedua kakinya tiga kali tiga kali, kemudian beliau bersabda: “Beginilah cara berwudhu, barangsiapa yang menambah atau mengurangi dari keterangan ini, maka dia telah berbuat kejelekan dan kezhaliman atau kezhaliman dan kejelekan [HR Abu Daud]
8. Berdo’a ketika telah selesai berwudhuk
Setelah selesai berwudhuk ucapkanlah do’a :
أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ اللَّهُمَّ اجْعَلْنِي مِنْ التَّوَّابِينَ وَاجْعَلْنِي مِنْ الْمُتَطَهِّرِينَ
Artinya: “Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, Ia Esa tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Ya Allah, jadikanlah aku termasuk orang-orang yang bertaubat dan orang-orang yang mensucikan diri”
Sesuai dengan sabda Nabi SAW:
عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ ثُمَّ قَالَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ اللَّهُمَّ اجْعَلْنِي مِنْ التَّوَّابِينَ وَاجْعَلْنِي مِنْ الْمُتَطَهِّرِينَ فُتِحَتْ لَهُ ثَمَانِيَةُ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ يَدْخُلُ مِنْ أَيِّهَا شَاءَ
Artinya: Dari Umar bin Khaththab, beliau berkata, “Rasulullah SAW bersabda, ‘Barangsiapa berwudhu dan memperbaiki wudhunya, lantas membaca doa, “Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, Ia Esa tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Ya Allah, jadikanlah aku termasuk orang-orang yang bertaubat dan orang-orang yang mensucikan diri”, maka akan dibuka baginya delapan pintu surga dan ia dapat masuk dari pintu mana saja yang dia kehendaki’. [HR Ibnu Majah]
At Tirmidzi menambahkan lafadz: اللَّهُمَّ اجْعَلْنِى مِنَ التَّوَّابِينَ وَاجْعَلْنِى مِنَ الْمُتَطَهِّرِينَ
Artinya: Ya Allah jadikanlah aku termasuk orang-orang yang bertaubat dan jadikanlah aku termsuk orang-orang yang selalu mensucikan diri [HR At-Tirmidzi]
9. Sholat dua raka’at selesai berwudhuk
Setelah selesai berwudhuk disunnahkan untk melaksanakan shalat dua rekaat seperti yang disabdakan Nabi SAW:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- مَنْ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِى هَذَا ثُمَّ قَامَ فَرَكَعَ رَكْعَتَيْنِ لاَ يُحَدِّثُ فِيهِمَا نَفْسَهُ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Artinya: Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa berwudhu seperti wudhuku ini kemudian dia shalat dua rakaat dengan khusyuk (tidak memikirkan urusan dunia dan yang tidak punya kaitan dengan shalat), maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu” [HR Abu Daud]
B. Pembatal Wudhuk
Apabila kita telah melakukan wudhuk berarti kita sudah bersih dari hadas. Selama wudhuk kita belum batal, kita diperbolehkan melakukan ibadah seperti shalat, meyentuh atau memegang mushaf Al-Qur’an, tawaf dan lain-lain. Adapun hal-hal yang dapat membatalkan wudhuk adalah:34
1. Keluarnya sesuatu dari dua jalan (qubul dan dubur), yakni buang air kecil dan buang air besar. Dijelaskan dalam Al-Qu’ran: أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِّنكُم مِّنَ الْغَائِطِ
Artinya: …atau kembali dari tempat buang air (kakus)… [Al-Maa-idah: 6]
Nabi SAW juga menjelaskan terhadap orang yang berhadas: لاَ يَقْبَلُ اللهُ صَلاَةُ أَحَدِكُمْ إِذَا أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ
Artinya : Allah tidak menerima shalat salah seorang di antara kalian jika ia berhadats hingga dia berwudhu [HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud dan Tirmizi]
2. Angin yang keluar dari dubur (buang angin).
عَنْ هَمَّامِ بْنِ مُنَبِّهٍ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تُقْبَلُ صَلَاةُ مَنْ أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ قَالَ رَجُلٌ مِنْ حَضْرَمَوْتَ مَا الْحَدَثُ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ قَالَ فُسَاءٌ أَوْ ضُرَاطٌ
Artinya: Dari Hammam bin Munabbih bahwa ia mendengar Abu Hurairah berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidak akan diterima shalat seseorang yang berhadats hingga dia berwudlu.” Seorang laki-laki dari Hadlramaut berkata, “Apa yang dimaksud dengan hadats wahai Abu Hurairah?” Abu Hurairah menjawab, “Kentut baik dengan suara atau tidak.” [HR Bukhari]
3. Hilangnya akal karena penyakit gila, tidak sadarkan diri (pingsan), mabuk, dan tidur nyenyak. Yaitu tidur yang menyebabkan seseorang tidak merasakan sesuatu yang keluar dari qubul dan duburnya. Adapun tidur ringan yang mana seseorang tidak kehilangan rasa (kesadaran) tidaklah membatalkan wudhuk.
4. Menyentuh kemaluan dengan disertai dengan syahwat baik kemaluannya sendiri atau orang lain.
فَقَالَ مَرْوَانُ أَخْبَرَتْنِي بُسْرَةُ بِنْتُ صَفْوَانَ أَنَّهَا سَمِعَتْ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ مَسَّ ذَكَرَهُ فَلْيَتَوَضَّأْ
Artinya: Marwan berkata; [Busrah binti Shafwan] telah mengabarkan kepada saya, bahwa dia pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang menyentuh kemaluannya, maka hendaklah dia berwudhu [HR Abu Daud]
5. Memakan daging unta
أَنَّ رَجُلاً سَأَل رَسُول اللَّهِ : أَأَتَوَضَّأُ مِنْ لُحُومِ الْغَنَمِ ؟ قَال : إِنْ شِئْتَ فَتَوَضَّأْ وَإِنْ شِئْتَ فَلاَ تَوَضَّأَ .قَال : أَتَوَضَّأُ مِنْ لُحُومِ الإْبِل ؟ قَال : نَعَمْ فَتَوَضَّأْ مِنْ لُحُومِ الإْبِل
Artinya: Ada seorang laki-laki yang bertanya kepada Rasulullah SAW, “Apakah aku harus berwudhu karena makan daging kambing?” Beliau menjawab, “Jika kamu mau maka berwudhulah, dan jika kamu mau tidak perlu berwudhu.” Dia bertanya lagi, “Apakah aku harus berwudhu disebabkan (makan) daging unta?” Beliau menjawab, “Ya. Berwudhulah disebabkan (makan) daging unta.” [HR. Muslim]
6. Bersentuhan kulit dengan lawan jenis (ada perbedaan pendapat)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ ۚ وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا ۚ وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَىٰ أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan [QS Al-Maidah: 6]
Syaikh Salim Al-Hadrami dalam matan Safinatun Najah menjelaskan bahwa para ulama yang menyatakan wudhuk batal karena bersentuhan dengan lawan jenis, syaratnya adalah: (1) bersentuhan kulit, (2) bersentuhan laki-laki dan perempuan, (3) sama-sama dewasa, (4) dengan yang bukan mahram, (5) tanpa ada pembatas atau penghalang.
Adapun dalil yang menyatakan bersentuhan kulit dengan lawan jenis tidak membatalkan wudhuk adalah hadits dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha:
فَقَدْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لَيْلَةً مِنَ الْفِرَاشِ فَالْتَمَسْتُهُ فَوَقَعَتْ يَدِى عَلَى بَطْنِ قَدَمَيْهِ وَهُوَ فِى الْمَسْجِدِ
Artinya: Suatu malam aku kehilangan Rasulullah SAW, beliau ternyata pergi dari tempat tidurnya dan ketika itu aku menyentuhnya. Lalu aku menyingkirkan tanganku dari telapak kakinya (bagian dalam), sedangkan ketika itu beliau sedang (shalat) di masjid …” (HR. Muslim, no. 486)
Ummul mukminin Aisyah radhiallahu ‘anha juga menjelaskan dalam hadist :
كُنْتُ أَنَامُ بَيْنَ يَدَىْ رَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – وَرِجْلاَىَ فِى قِبْلَتِهِ ، فَإِذَا سَجَدَ غَمَزَنِى ، فَقَبَضْتُ رِجْلَىَّ ، فَإِذَا قَامَ بَسَطْتُهُمَا . قَالَتْ وَالْبُيُوتُ يَوْمَئِذٍ لَيْسَ فِيهَا مَصَابِيحُ
Artinya: Aku pernah tidur di hadapan Rasulullah SAW dan kedua kakiku di arah kiblat beliau. Ketika ia hendak sujud, ia meraba kakiku. Lalu aku memegang kaki tadi. Jika berdiri, beliau membentangkan kakiku lagi.” ‘Aisyah mengatakan, “Rumah Nabi SAW ketika itu tidak ada penerangan (HR. Bukhari, no. 382 dan Muslim, no. 512)
Pendapat terkuat dalam masalah ini, menyentuh wanita tidaklah membatalkan wudhuk. Di antara alasannya:
- Surah Al-Maidah ayat keenam lebih dikuatkan tafsiran dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anha karena beliau lebih pakar dalam hal tafsir. Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma menafsirkan menyentuh dalam ayat tersebut adalah dengan jimak (hubungan intim). Lihat Tafsir Ath-Thabari, 5:137-142.
- Praktik Nabi SAW yang tetap melanjutkan shalat walaupun disentuh istrinya, ‘Aisyah radhiallahu ‘anha ketika beliau shalat.
Saudaraku yang baik hati, dalam menyikapi perbedaan pendapat para ulama kita tidak perlu menyalahkan orang yang tidak sependapat dengan kita. Sesungguhnya para ulama para ulama menyampaikan pendapatnya sesuai dengan ilmu yang dimilikinya.
Kita sebagai orang awam cukuplah memilih pendapat yang menurut iman dan ilmu kita lebih benar. Kita tidak perlu bersifat taklid atau fanatik buta.
Misalnya, Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma yang menafsirkan menyentuh dalam surat Al-Maidah ayat 6 adalah dengan jimak (hubungan intim), sehingga menurut beliau bersentuhan biasa itu tidak batal. Dan itu berbeda dengan pendapat kita, apakah beliau itu salah di mata kita ? Ketahuilah sesungguhnya Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma adalah sahabat yang telah dido’akan oleh Nabi SAW agar diberikan Allah SWT kemampuan menafsirkan Al-Qur’an. Sehingga beliau adalah salah satu sahabat ahli tafsir dan tempat bertanya tentang tafsir Al-Qur’an bagi para sahabat lain.
Saudaraku yang baik hati, sungguh agama kita mengajarkan hanya satu orang di dunia ini yang kita wajib bertaklid kepadanya, dialah Nabi Muhammad SAW. Selainnya kita tidak boleh taklid buta (fanatik dengan merasa pendapatnya saja yang benar dan menyalahkan orang yang berbeda pendapat dengannya).
Ibnul Jauzi rahimahullah menjelaskan tentang taklid buta dalam buku Talbis Iblis, beliau menjelaskan “Iblis menyusup ke dalam aqidah kaum muslimin melalui dua jalan:
- Taklid buta terhadap nenek moyang serta para pendahulu mereka.
- Tenggelam dalam masalah-masalah yang tidak diketahui ujung pangkalnya, bahkan orang yang tenggelam itu tidak akan bisa sampai pada kedalamannya.
Berikut adalah perkataan dari Imam Syafi’i:
- Tidak ada seorang pun, kecuali dia harus bermazhab dengan sunnah Rasulullah dan mengikutinya. Apapun yang sayaucapkan atau saya tetapkan tentang sebuah kaidah dasar sedangkan sunnah Rasulullah bertentangan dengan ucapanku, maka yang diambil adalah sabda Rasulullah, dan pendapatku juga seperti itu
- Kaum muslimin telah sepakat bahwa barang siapa yang telah terang baginya Sunnah Rasulullah maka tidak halal baginya untuk meninggalkan sunnah tersebut, hanya karena ingin mengikuti perkataan seseorang
- Apabila kalian mendapatkan di kitabku sesuatu yang bertentangan dengan sunnah Rasulullah maka jadikanlah sunnah Rasulullah sebagai dasar pendapat kalian dan tinggalkanlah apa yang aku katakan
- Apabila hadits itu shahih, maka dia adalah mazhabku
Mudah-mudahan pendapat manapun yang kita tempuh, itu adalah pendapat yang berdasar kepada Al-Qur’an dan Sunnah Nabi SAW, maka insya Allah kita berada di jalan yang benar dan menjadi amal saleh bagi kita.
Saudaraku yang baik hati, dengan selesainya Bab ini, maka diharapkan kita telah paham cara wudhuk yang benar yang sesuai dengan tuntunan Nabi SAW. Sehingga dengan wudhuk yang benar, kita akan berpeluang besar untuk meraih kekhusyukan dalam shalat.